ketidakpastian ialah satu-satunya fakta masa depan. Oleh karena itu, ketidakpastian tersebut hanya dapat ditaklukan oleh kemerdekaan akal manusia itu sendiri, bukan dari janji-janji manis politisi.(Gy)

Sabtu, 08 November 2008

REFLEKSI PRAKSIOLOGI, GEOMETRI SERTA DEPRESI



Diskusi ini rencana saya tulis beberapa minggu yang lalu. Setelah membaca kritik Victor Aguilar terhadap praksiologi, saya beranggapan perlu ada refleksi mendasar untuk hal ini. Dalam pandangan saya, permasalahan bukanlah berapa ‘jumlah’ aksioma yang dibutuhkan untuk dapat mengembangkan praksiologi/ekonomi---atau meruntuhkannya. Tapi lebih pada bagaimana kaitan antara suatu aksioma utama---tindakan manusia---hubungannya dengan kategori-kategori tindakan yang secara universal ada dalam diri manusia. Semisal kaitan aksioma tindakan dengan kategori tujuan, cara, waktu, ruang, penilaian, pengetahuan, informasi, argumentasi dsb…Memang tidak dapat disangkal, bahwa Pernyataan tersebut mensyiratkan aksioma tindakan sudah terimplikasikan kebenarannya. Atau dengan kata lain, aksioma tersebut ‘tidak dapat’ diruntuhkan oleh dalil apapun.

Dalam pandangan Aguilar, sebuah aksioma dilihat sebagai sesuatu yang sifatnya kardinal. Artinya, suatu aksioma seharusnya dapat ‘dimasukkan’ ke dalam bahasa matematika. Maka diharapkan akan didapatkan pengetahuan yang benar-benar “sintetik apriori”. Padahal, aksioma tindakan dalam praksiologi tidaklah beroperasi berdasarkan reduksi bahasa matematika yang sifatnya cardinal1, tapi lebih bersifat ordinal. Itupun tidak dapat dipastikan dengan perumusan persamaan matematis apapun. Tugas pengembangan praksiologi adalah penjelesannya yang menggunakan kaidah-kaidah logika berdasarkan aksioma tindakan---bukannya matematika---dan pembatasnya adalah penggunaan bahasa/istilah yang tepat untuk menggambarkan struktur realitas. Sehingga, menurut saya, proposal Aguilar yang ingin memasukkan suatu aksioma dalam sebuah rumusan matematis pasti akan menuju ke jurang kesia-siaan.


Kita abaikan dahulu kritik aksioma dasar Aguilar tersebut. Sekarang kita memasuki sifat-sifat praksiologi. Sementara ini saya melihat beberapa sifat praksiologi yang lebih dekat dengan sifat-sifat geometri---walaupun keduanya berbeda secara mendasar. Praksiologi dan geometri hukum-hukumnya sama-sama dapat dicari melalui cara-cara deduksi, tapi praksiologi jauh lebih memiliki sifat yang lain dari geometri. Dirinya---praksiologi---terkait dengan kategori waktu. Anda harus ingat bahwa dalam hal geometri hanya terkait dengan kategori ruang. Saya kira inilah perbedaan mendasarnya. Selain itu, praksiologi memiliki tugas yang lebih berat, yaitu mencari prinsip-prinsip utama dalam hukum manusia yang sifatnya selalu berubah. Sedangkan, prosedur geometri biasa diterapkan dalam dunia yang memiliki kecenderungan konstan dan pada benda-benda material yang hanya dapat dibatasi oleh sifat fisikalnya.


Saya kira itulah perbedaan mendasar deduksi praksiologi dengan geometri. Selanjutnya kita akan cari kesamaan sifat-sifat keduanya. Sifat utama dari kedua disiplin tersebut adalah mengajarkan tentang suatu keseimbangan. Bayangkan ketika anda dengan sengaja mengubah salah satu garis dari suatu segitiga. Yang akan terjadi adalah perubahan sisi dan komposisi sudut dari segitiga tersebut. Dengan kata lain, perubahan sengaja tersebut akan berdampak terhadap perubahan ‘panjang’ garis sisi lainnya tapi dengan komposisi sudut yang akan tetap seimbang yaitu berjumlah 180o . Apapun yang anda lakukan terhadap segitiga tersebut, jumlah sudutnya dipastikan tidak akan berubah. Begitu juga dalam praksiologi. Katakanlah manusia membutuhkan waktu untuk dapat memproduksi sebuah barang demi kesejahteraannya, dengan demikian dia juga membutuhkan modal dan waktu. Sehingga untuk memproduksi barang atapun mencari modal, manusia juga dibatasi oleh waktu. Tapi ketika datang agen ‘pemompa modal’ dari hampa udara, yang terjadi adalah ‘malinvestasi’ seluruh kegiatan produksi dan konsumsi. Pemompaan sementara terhadap modal akan mengakibatkan boom sesaat, yang suatu ketika akan diikuti oleh bust untuk dapat menyeimbangkan struktur produksi dan konsumsi. Artinya, kekayaan hanya dapat dibangun melalui kesabaran dalam bekerja---yang dibatasi waktu---dengan menghasilkan berbagai nilai, bukannya menambah alat tukar/uang. Sehingga ‘mempercepat’ dengan paksa proses menuju kesejahteraan hanya akan berdampak kekacauan yang serius.(Giy)


1 Bilangan cardinal adalah jumlah bilangan yang mewakili keseluruhan kuantitas (semisal: 1, 2, 3, 4 dsb), berbeda dengan ordinal, ‘suatu jumlah’ yang diartikan dalam bentuk rangkaian seri(katakanlah prioritas) (semisal: pertama, kedua, ketiga, keempat dst)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar