ketidakpastian ialah satu-satunya fakta masa depan. Oleh karena itu, ketidakpastian tersebut hanya dapat ditaklukan oleh kemerdekaan akal manusia itu sendiri, bukan dari janji-janji manis politisi.(Gy)

Rabu, 29 Oktober 2008

AVILIANI : ANAK AYAM INTERVENSIONIS

Pagi ini di headline kompas, Kadin meminta agar suku bunga diturunkan. Konon, hal itu untuk membantu menghidupkan sektor riil. Salah satu ekonom termasyur di Indonesia yang sering disorot media adalah Ibu Aviliani yang juga menjadi salah satu mengusung proposal agar suku bunga diturunkan. Entah beliau itu maksudnya apa? Sejak awal membaca pernyataan-pernyataannya beliau, saya menyimpulkan bahwa Aviliani ialah seorang penjilat. Pertama kali sejak saya membaca pernyataannya pertama kali di Koran Kompas mengenai pertanian, mendengar rekomendasi-rekomendasinya lewat Televisi, lama-lama kelamaan orang ini semakin membuat saya gusar. Dan hari ini dia mengusulkan sesuatu yang kontradiktif dengan pernyataannya di kompas mengenai pertanian beberapa bulan yang lalu. Salah satu yang paling terkonyol adalah proposal agar Indonesia menyerukan untuk menjadi salah satu negara yang mengusulkan agar Dunia membuat mata uang tunggal. Rekomendasi yang demikian, jelas-jelas telah diwanti-wanti oleh Prof Rothbard berpuluh tahun yang lalu. Dalam bukunya, Prof Rothbard menulis:

Dan tujuan akhir hampir semua pemimpin Amerika dan dunia adalah berupa visi lama Keynesian tentang sebuah mata uang kertas fiat standar, sebuah unit mata uang baru yang dikeluarkan oleh semacam Bank Cadangan Dunia.

Kemudian Prof Rothbard dengan pesimis mengatakan:

ketika kita menatap masa depan, prediksi terhadap dolar dan sistem moneter internasional sangat buram. Hingga dan kecuali jika kembali kepada baku emas klasik pada harga emas yang realistis, nasib sistem keuangan internasional akan terombang ambing antara nilai tukar tetap atau nilai tukar fluktuatif, yang masing-masing sama-sama menjajikan persoalan tanpa solusi, yang sama-sama berfungsi secara buruk, dan akhirnya mengalami disintegrasi. Bahan bakar disintegrasi ini adalah inflasi yang berkelanjutan, akibat pasokan dolar dan juga harga-harga di Amerika yang tidak memperlihatkan tanda-tanda penurunan. Prospek ke depan adalah inflasi yang kian meningkat dan semakin membumbung di dalam negeri, yang akan diikuti dengan runtuhnya sistem moneter dan ekonomi-perang di luar negeri.


Bukannya memberikan solusi, yang jelas proposal Aviliani dkk tersebut akan dapat memperparah kondisi yang telah lama diprediksikan sang Profesor.

Jadi, bagi masyarakat awam yang sering membaca media massa ataupun melihat televisi. Dan jika mendengar pernyataan-pernyataan Ekonom seperti Aviliani. Saran saya, anda harus hati-hati dan mencobalah untuk berfikir ulang mengenai semua apa yang diucapkan oleh tokoh-tokoh di media massa.


Salam



Minggu, 26 Oktober 2008

ILUSI KEBEBASAN

Semenjak reformasi bergulir, masyarakat kita kebanyakan menganggap bahwa sekarang ini kita berada di era kebebasan. Entah berapa institusi ataupun LSM yang didirikan dengan mengidentifikasikan dengan istilah-istilah kebebasan. Berapa pula tokoh politik intelektual yang juga menyatakan diri sebagai pengusung kebebasan. Dan berapa pula yang menganggap bahwa diri mereka benar-benar merasa bebas. Sekarang mari kita cek ilusi tersebut.

Semenjak manusia mengenal tulisan, ilmu pengetahuan, filsafat, dan gagasan-gagasan kolektif. Manusia telah sepenuhnya hidup dalam mitos. Tidak seperti masyarakat suku pedalaman terasing ataupun masyarakat ’primitif’ yang dapat dengan bebas berpergian, berburu dan juga berdagang---dan bahkan melakukan hubungan seks dengan orang yang belum mereka kenal. Manusia modern dengan segala prosedur dan tetek bengeknya malah merasa dirinya beradab dan bebas. Padahal, semenjak dia lahir, anak-anak zaman modern telah diberi tugas-tugas berat atas nama mitos-mitos, dengan berhala-berhala modern atas nama negara, bangsa, kemajuan, agama dan juga sejarahnya. Anak-anak modern tanpa sadar telah tercerabut dari kehidupan keseharian yang normal menikmati alam realitas yang menawarkan banyak kemungkinan.

Anak-anak modern telah lupa sendiri dengan ayah-ibunya, lupa terhadap tanggungjawab hidupnya, lupa terhadap kodratnya sebagai manusia yang memiliki hak untuk memilih, dan lupa terhadap kemampuan akalnya untuk berfikir. Sejak kecil, anak-anak modern telah menggadaikan alam pikirannya pada sesuatu yang tidak nyata, ilusif dan menjebak.

Entah berapa kali pelajaran pancasila serta kewarganegara dipelajari dari tinggkat SD hinga Universitas. Toh nyatanya? Bukan malah makin membuat otak anak itu semakin cerdas, tapi justru sebaliknya makin membuat mereka tulalit. Entah berapa milyar anak-anak yang menganggap bahwa perang membela bangsa itu berguna, membayar pajak itu baik, bermigrasi itu buruk, menjadi PNS itu mulia, menjadi paranoid pada bangsa asing adalah sikap kepahlawanan.

Bukan tidak mungkin, kalau dilanjutkan parodi yang sering kita lihat tersebut lama-kelamaan terasa menggelikan. Orang-orang produktif dan pekerja keras dicibirkan. Diinjak-injak martabatnya atas nama kolektivitas, kebersamaan dan stabilitas. Hak-hak petani untuk mendapatkan harga yang pantas dari keringatnya telah ditusuk, ditikam, dikebiri, dijilat dan diperkosa. Monster-monster busuk dirias sedemikian rupa dalam iklan-iklan politik. Menyebarkan kebohongan, ketidakjelasan dan kebodohan. Wajah ganas perampok birokrat disorot lampu kamera dengan citra kesuksesan, keberhasilan, kedermawanan dan belas kasih.

Kalau bukan disebut jaman rampok, maka kita sebut apa jaman ini?

Jumat, 24 Oktober 2008

Mengenai Per-Bank-an: Konsep Waktu dan Tindakan


Entar malam Metro tv ngadain diskusi. Pembicaranya rencana para Analis Bankir ternama di Indonesia. Saya dapat menduga apa yang akan mereka bicarakan dan usulkan. Kalau ada yang menganggap rekomendasi-rekomendasi mereka sebagai hal yang serius, saya kira itu adalah pilihan yang tulalit.

Sebenarnya saya kasihan dengan masyarakat kita. Mereka selalu dibodohi dengan istilah-istilah 'melangit' ahli ekonomi. Termasuk para analis perbangkan. Entar akan muncul wacana dari mereka, semisal: 'untuk menggerakan sektor riil, untuk membantu liquiditas, untuk 'menyelamatkan fundamental' ekonomi bangsa. Sekali lagi semua itu bulsit!!!! Intinya, mereka tidak kepingin diri mereka bangkrut. Termasuk juga pemerintah yang memiliki kepentigan kapital maupun kekuasaan politis.


Kekusaan Sang Waktu

Untuk itu marilah kita diskusi ke ranah praksiologi. Waktu adalah kategori yang tidak dapat dilepas dari kehidupan. Waktu adalah kendala manusia dalam menjalani hidup. Dengan demikian, waktu merupakan suatu yang niscaya. Untuk menghadapi waktu, manusia menghadapi beribu rintangan dan hambatan. Barangkali itu adalah salah satu alasan mengapa kita disuruh hidup di bumi, bukannya di surga!

Dalam ranah tindakan, manusia lebih cenderung memilih sesuatu yang cepat ataupun segera. Katanlah di dalam dunia transaksi, sang pelanggan pasti lebih memilih kios dengan pelayanan yang cepat dan gesit daripada kios yang melayani pelanggan dengan lemot seperti bekecot.

Begitu juga dalam hal keuntungan, pengusaha pasti lebih memilih usaha yang cepat memberi untung daripada memilih usaha yang untungnya lama. Misalnya berternak bekecot. Makanya, para pengusaha sering ngutang ke para Banker untuk mendapat modal dengan cepat.

Karena pengusaha memang tugasnya memproduksi dan memproduksi, dia juga kepingin memproduksi barang dengan jumlah banyak dan cepat agar juga cepat mendapat keuntungan. Tapi tindakan yang demikian tidak mungkin mereka lakukan---sekali lagi karena kendala waktu! Maka sang pengusaha pun harus bersabar.

Tapi apa jadinya jika mereka tidak mau bersabar. Pengusaha kepingin cepat memproduksi, Bankir pingin cepat mendapat “bunga” dari modal yang dipinjamkannya pada pengusaha. Sedangkan si Penabung di Bank, kepingin masa depannya lebih aman dengan menyimpan uangnya di Bank. Sekali lagi musuh manusia adalah waktu.


Dosa para Bankir

Munculnya bunga tidak lepas dari kaitannya dengan preferensi waktu masyarakat. Masyarakat, yang kebanyakan menyimpan uangnya untuk menghadapi ketidakpastian masa depan harus merugi karena ulah para bankir yang ceroboh. Apabila ada kredit macet, yang disalahkan seharusnya bukanya para pengusaha. Yang perlu bertanggunjawab sebenarnya adalah para Bankir itu sendiri.

Tapi, dari sudut pandang anarkis, sekali lagi, pemerintah tidak pernah menghukum para bankir. Tapi justru yang sering dilakukan adalah dengan membantu para Bankir lewat dana talangan yang berasal dari pajak rakyat atau dengan menerbitkan surat utang baru. Jadi kalau menganggap bahwa pemerintah adalah agen penegak keadilan itulah adalah anggapan yang salah besar.

Namun demikian, saya kira kita masih beruntung mempunyai tokoh cerdas seperti Pak Budiono. Beliau dengan cekatan menaikan tingkat suku bunga, agar para pengusaha dan bankir tidak seenak udelnya bertransaksi uang kredit. Selain itu, peningkatan suku bunga juga dapat mengurangi terjadinya resiko inflasi. Karena “diharapkan” akan dapat menjaga investor agar tidak membeli dolar. Baik dalam transaksi pasar saham ataupun di dalam traksaksi lainnya.

Terlepas kecerdasan “Pak Budiono”, apa yang menjadi pelajaran dari kasus deflasi saat ini adalah. Pelajaran yang sudah sangat kuno dan bahuela. Yaitu, hati-hati dengan utang! Bisa-bisa hal tersebut akan membunuh anda sendiri. Kalau suatu saat anda ditagih hutang tapi tidak bisa bayar, yang terjadi kemudian adalah anda tidak akan mampu belanja seperti hari-hari biasanya. Maka ekonomi terasa seperti 'melambat' kayak bekecot.

Bagi Ekonom Mainstream, solusi bagi mereka dalam massa deflasi seperti sekarang ini, termasuk solusi dari Meteri Keungan kita, yaitu dengan menggelontorkan cepat-cepat anggaran belanja pemerintah. Biar entar masyarakat dapat mendapat uang dari proyek-proyek pemerintah yang belum terealisasi. Dalam istilah ekonomi standar Universitas, ini disebut kebijakan fiskal yang longgar. ---selain kebijakan penurunan pajak.

Sedangkan bagi solusi para analis perbankan, yang sering kita baca di koran-koran dan televisi, adalah agar Bank Indonesia dapat membantu mencairkan liquiditas ketat yang terjadi di pasar. Caranya, yaitu dengan menyarankan agar tingkat suku bunga diturunkan, ekspansi kredit dsb....Itu semua, kalau saya boleh menilai, adalah ibarat mengajak kita semua sama-sama ke neraka jahanam.

Kembali ke diskusi praksiologi. Untuk melawan sang waktu, kita tidak akan dapat berbuat apa-apa. Apa yang terjadi saat ini adalah murni alamiah akibat ekpansi kredit global yang makin hari-makin meningkat. Sebuah tindakan yang mencoba melawan sang WAKTU!

Salam


TENTANG “KIRI”

Seorang teman berkomentar menganai blog baru saya ini. Ya, seolah-olah apa yang saya tulis di blog ini memang berbahaya. Tapi menurut saya masih saya anggap biasa. Ini barangkali hanya masalah budaya. Ada teman lain yang mengatakan bahwa saya adalah seorang pendukung kapitalisme yang berbau kiri. Entah apa maksudnya, kelihatannya sangat menarik untuk saya komentari.

Istilah “kiri” menandakan suatu yang kritis---kalau tidak dianggap kronis. Kiri seolah mewakili anti kemapanan dan anti kemandegan. Apakah ini berarti paham 'kiri' selalu mengatakan "anti"? Saya kira tidak juga.

Istilah “kiri” dan “kanan” memang selalu membingungkan---khususnya bagi orang yang tidak mau membaca. Bagi kaum kiri, seolah-olah cuma milik kaum marxis, padahal dunia tidak sesempit itu.

Pandangan saya jelas liberal, anarkis. Kalau komentar teman saya itu benar berarti dalam ideologi saya bisa dianggap orang yang liberal anarkis tapi kiri? Wah paham apa pula itu. Ya itulah permaian kata-kata khas ilmu sosial, yang sering disebut pemetaan-pemetaan ideologi.

Terlepas masuk kotak apa saya dikategorikan orang, yang jelas ini adalah hasil dari sebuah proses. Proses yang panjang, panjanga, dan panjanga.

Teriring salam dan damai, saya mohon maaf jika tulisan di blog ini ada menyakit hati seseorang---termasuk Pak Presiden. Tapi yang jelas, saya memang sudah jengkel dengan perilaku politisi kita.


Salam

Kamis, 23 Oktober 2008

SAYA BERSYUKUR PUNYA PRESIDEN DUNGU


Menjelang pemilu 2009 iklan politik semakin marak. Tidak kalah semaraknya ialah iklan politik dari pemerintah yang menggembar-nggemborkan program-programnya. Entah apa yang dimaksud. Ada sebagian iklan yang membuat Bapak saya memaki-maki iklan di televisi, yaitu iklan tentang pertanian.

Tidak jelas apa yang disampaikan di sana. Menteri pertanian menyerukan agar petani ’tetap bekerja keras’. Konon saat ini petani sejahtera. Yang jelas menurut saya sebagai anak petani: IKLAN ITU BOHONG BESAR!

Ada iklan lain yang kontradiktif dengan iklan dari Departemen Pertanian, yaitu iklan dari Partai Demokrat. Konon, partai tersebut saat ini berhasil memimpin Indonesia karena telah menjalankan program-programnya. Seperti BLT, Raskin, dan Program Pengentasan Kemiskinan.

Entah apa isi di otak Presidan Kita. Katanya sih lulusan Program Doktor dari Institute Pertanian Bogor. Tapi di otaknya Cuma mikirin karir politik doank. Memahami nasib petani aja ndk becus, kok bisa lulus ujian doktor di Institute Pertanian?

Ya, saya bersyukur punya Presiden yang dungu. Karena hal tersebut memotivasi saya untuk terus belajar. Kalau pun saya hidup di zaman yang menganggap bahwa pemerintah bisa mensejahterkan rakyatnya---bukannya sebaliknya--- saya dapat memaklumi anggapan-anggapan tersebut. Karena kebodohan itu memang ciptaan pemerintah. Yang jelas melalui sistem pendidikan!

Selamat Datang


Ini adalah blog pribadi pertama saya. Tulisan kali cuma perkenalan, dimaksudkan untuk sekedar test!test!test! Dicoba test!test!test!

Saya adalah seorang anarkis. Seorang yang tidak percaya bahwa pemerintah adalah raja. Bagiku, raja adalah diri kita sendiri. Nasib kita ada di tangan kita sendiri, tidak ada seorangpun yang berhak menentukan takdir manusia yang lain. Musuh saya adalah negara, termasuk yang menjalankannya. Banyak alasan untuk saya mengatakan demikian (alasan mendasarnya adalah cerita semasa kecil, yang suatu saat pasti akan saya tulis di blog ini).


Kegemaran gw ialah menulis, membaca, berbicara dan bekerja. Hoby saya saat ini lagi demen-demennya menjadi kapitalis sejati. Kapitalis kecil yang bermimpi menjadi Adam Smith abad 21. Tidak seperti kapitalis sekarang ini yang banyak merengek untuk mendapat “susu manis” dari pemerintah. Saya benci kapitalis yang demikian. Mereka adalah sumber ketidak adilan, sumber kebejatan, sumber kemunafikan, sumber segala nista dan sumber dari kekacauan yang terjadi sekarang ini.


Hoby keilmuan saya adalah mempelajari praksiologi---ilmu mengenai tindakan manusia. Ilmu ini dipopulerkan oleh pemikir besar Ludwig von Mises. Basis epistemologisnya ialah rasionalisme. Untuk sementara saya menyebutnya ilmu logika tindakan manusia.


Bacaan saya mencakup buku-buku enterpreneurship, sejarah, sosiologi, komputer, ekonomi, filsafat, geografi dan semua tulisan yang bisa saya baca---termasuk pornoteks!


Saya mempercayai bahwa kapitalisme dan globalisasi suatu yang patut diperjuangkan. Ketika yang lain membecinya, saya mencintainya. Ketika yang lain menghujatnya, saya akan membela mati-matian. Anda boleh saja keberatan! Tapi itulah yang saya yakini.


Sekian dulu pembukaan ini. Besok-besok Insya Alloh kita pasti akan bertemu lagi.

Salam

Giy